Daniel LDT nge-Blog

Cuma coretan seorang Polisi sebagai Biker juga Blogger

Sebuah Renungan…… Polisi: Baik Dicibir, Buruk Diumpat!

Begitu buruk citra polisi Indonesia, jiwa nan rapuh. Aneka julukan miring tertuju padanya. Rawan lalu lintas penyuapan, amlop, pemberian, hadiah, gratifikasi, ucapan terima kasih, upeti, setoran, sogokan bahkan sampai tindakan pemerasan.

Kabar teraktual, tergadangnya pembesar polisi, Ito Sumardi Vs Nazaruddin -yang sedang bernyanyi merdu di televisi kita- dalam kasus penyuapan yang memperkokoh lilitan problematika internal Demokrat yang kian menyeruak dan seolah tak bertepi itu.

Entah kurikulum apa yang diajarkan saat mereka pendidikan. Benarkah kurikulum 501 masih diterapkan di sana?. 50 juta, 1 calon siswa. Kurikulum 501 telah melahirkan alumni-alumni kompetensi BELOK KIRI alias doyan neko-neko dan mengambil jalan yang keliru karena ia meniru polisi lain dan membuat pelayanan masyarakat jadi pilu.

* * *

Namun polisi yang satu ini beda. Ia tak pernah mau menerima pemberian atau ucapan terima kasih.“Jangan…! Saya punya gaji kok”. Ia berpangkat AKBP, rumahnya di pinggir pagar bandara Sultan Hasanuddin Makassar. Alumni SECAPA Sukabumi, Jawa Barat.

Dia pengagum Pak Hoegeng, tiga dari polisi jujur Indonesia versi Gus Dur -Limpahan Rahmat Padamu Guru Bangsa- plus patung polisi dan polisi tidur.

Karena ia keseringan menolak, iapun dicerca masyarakatnya. “Susah berurusan dengan bapak polisi itu. Tidak mau menerima apa-apa. Kita jadi tidak enak”, begitu celotehan seorang warga.

Polisi seperti ini memang tak lazim, tidak umum, tidak lumrah. Perilakunya “menyimpang” dari polisi-polisi “normal” lainnya. Harga diri polisi ini tidak tertera di raut wajah dan cara bertuturnya. Saya tidak mengada-ada. Saya bertemu beberapa kali di kediamannya untuk beberapa urusan.

Bahkan pernah seorang keluarga ingin masuk Sekolah Polisi Negara (SPN) di Batua, Makassar dengan cara menyogok. Ia malah bilang, langsung saja ke SPN Batua POLDA Sulawesi Selatan. Beliaupun memberi jurus: “Kalau memang cerdas, pasti lolos”.

* * *

Ia sudah beberapa kali dimutasi sebab ia dinilai kurang “kerja sama”, sebagai aparat yang tunduk kepada kode etik profesi kepolisian negara Republik Indonesia, ia tak melakukan klarifikasi alasan institusi memutasikannya. Ia dimutasi ke Pasang Kayu, sebuah daerah berbatasan Sulawesi Barat-Sulawesi Tengah.

Sebagai teman, saya upayakan membezuknya. Sayapun bertemu lagi, dan karakternya tetap saja begitu. Enggan menerima uang dalam menjalankan profesinya sebagai pengayom masyarakat. Lagi-lagi masyarakat mencibirnya, bahkan rekan-rekannyapun memberi gelar: sok suci, sok maralitas, sok jujur.

Masyarakatpun mencibir, pantasan hidupnya begitu-begitu saja. Ke kantor naik motor tua, kadang mogok di jalan. Rumahnya kecil, sempit dan perabot seadanya. Tidak ada tanda-tanda kalau penghuninya adalah seorang polisi.

Cibiran masyarakat sekitar sampai juga di telinga beliau. Komentar bapak polisi ini cukup logically sebab ia menyatakan bahwa persepsi masyarakat sudah terlanjur buruk kepada polisi sehingga menjadi trauma dan sangat sulit untuk direhabilitasi. Posisi polisi di mata masyarakat sudah terlanjur salah. Polisi juga sudah serba salah, kita baik-baik dicibir, kita buruk diumpat. Spontan polisi ini berdiri sambil menjulurkan telapak tangan terbuka dan berkata:

“Jadi maunya masyarakat apa?”.

“Apa mereka tak merasa bersalah karena selalu mau jalan pintas?”.

“Apa mereka tidak memberi kontribusi atas hancurnya kepolisian kita?.

“Jika anaknya ditangkap karena narkoba, mereka nangis-nangis untuk dilepaskan”

“Kesadaran hukum apa semua ini?”

“Sampaikan kepada mereka semua, apa yang telah mereka perlakukan terhadap polisi?”

Kalimat-kalimat AKBP ini membuat saya hanya mampu tertegun. Setidaknya memanglah antara masyarakat dengan kepolisian memiliki kecocokan, ada polisi bersedia disogok, ada juga masyarakat siap menyogok. Maka kloplah. Tetapi jika sang polisi tak mau disogok, meranalah calon penyogok atau polisi yang hobi disogok tapi masyarakat tidak mau, meranalah polisi itu. So, mau pilih polisi yang mana?.

Hemat saya, antara polisi dan kita (masyarakat, red) saling mendidik, saling membesarkan dalam budaya penyuapan. Saya jujur, saya pernah melakukan itu?. Bagaimana dengan Anda?.

Simber : http://sosbud.kompasiana.com/2011/07/20/polisi-baik-dicibir-buruk-diumpat dan di repost SF KEPOLISIAN@KASKUS

02/08/2011 - Posted by | Polri

20 Komentar »

  1. mohon ijin cop-pas, biar banyak orang yang tau
    trims

    Komentar oleh KmphLynx | 02/08/2011 | Balas

    • silahkan saja dan jangan lupa cantumkan sumbernya
      salam kenal

      Komentar oleh Daniel LDT | 02/08/2011 | Balas

  2. masyarakatnya juga sakit.

    Komentar oleh hadiyanta | 02/08/2011 | Balas

    • sama sama butuh disembuhkan om

      Komentar oleh Daniel LDT | 02/08/2011 | Balas

  3. dilema memang..

    Komentar oleh lekdjie | 02/08/2011 | Balas

    • yups, begitulah kenyataannya om

      Komentar oleh Daniel LDT | 02/08/2011 | Balas

  4. kita cuma berharap semua sadar..

    polisi jangan cari cari…

    masyarakat jangan memberi kesempatan..

    salam kenal..

    Komentar oleh #99 bro | 02/08/2011 | Balas

    • saya sangat setuju gan
      sehingga tidak memungkinkan terjadinya pungli
      salam kenal juga

      Komentar oleh Daniel LDT | 03/08/2011 | Balas

  5. Hahahahaha…
    Tulisan saya sampai ke sini yah
    Makasih Bung Daniel udah share tulisan seferhana saya
    Salam Kompasiana

    Komentar oleh macho23 | 05/10/2011 | Balas

    • iya pak
      terima kasih juga sudah memberikan warna dalam wawasan saya baik dalam berdinas maupun dalam kehidupan sehari hari
      terima kasih kunjungannya
      salam

      Komentar oleh Daniel LDT | 07/10/2011 | Balas

      • Salam kembali Bung Daniel LDT
        Dariku: Armand-Makassar.

        Komentar oleh macho23 | 09/10/2011

  6. Oh ya Bung…
    AKBP itu dimutasi lagi
    menjadi kapolsek di Kabupaten Maros..
    Entah berapa lagi beliau di sana…

    Komentar oleh macho23 | 09/10/2011 | Balas

    • mohon ijin bertanya pak
      apa ga salah seorang AKBP menjadi KAPOLSEK di kabupaten maros?
      mungkin maksudnya KAPOLRES ya?
      Karena cuma di Polda Metro Jaya di beberapa polsek saja yg KAPOLSEKnya dijabat oleh pangkat AKBP
      CMIIW

      Komentar oleh Daniel LDT | 09/10/2011 | Balas

      • Bener Bang…
        Saya sempat ke rumahnya menjelang pelantikan sebagai Kapolsek Kecamatan Camba
        Kabupaten Maros,,
        daerah perbatasan dengan Kab, Bone Sulsel…

        Komentar oleh macho23 | 22/10/2011

  7. hmmmm bapak saya juga polisi, kadang ilfeel dengan polisi yg ga bener, mereka mungkin ga tahu bahwa anak anak mereka juga korban perasaan dengan kelakuan sesama anggota polisi lainnya

    bapak dlu brimob tp skrng udah di polsek pindah krn alasan keluarga, tp klo semua polisi kaya bapak saya, penjahat merajalela, orangnya ga tega an sih hehe terlalu baik dan ngalah

    Komentar oleh heja | 27/10/2011 | Balas

    • salam kenal pak
      terima kasih atas kunjungannya
      sbenarnya ada yg namanya diskresi kepolisian, selama penggunaan tepat, hal itu ga pa pa koq
      contoh seorang anak kecil yg karena alasan perut, mengutil di warung, karena tertangkap maka berusaha diselesaikan tanpa melalu jalan hukum, dengan cara kekeluargaan diantara pemilk warung (korban) dan pelaku
      salam

      Komentar oleh Daniel LDT | 27/10/2011 | Balas

  8. ya mudah2an kepolisian seiring waktu bertambah baik.amin
    salam kenal bang daniel ldt

    Komentar oleh yady oce ldt | 11/11/2011 | Balas

    • siapppp
      amin bang
      salam 😀

      Komentar oleh Daniel LDT | 16/11/2011 | Balas

  9. ass, semoga polisi kedepan lebih bermartabat dan bermoral tinggi..
    salam ikaba bang daniel..

    Komentar oleh murawanto.. | 18/11/2011 | Balas

  10. ijin copas nanti dicantumkan link nya, heeeeeee

    Komentar oleh bimakurniawan | 12/04/2012 | Balas


Tinggalkan komentar